Romawi Kuno Pemerintahan

Romawi Kuno Pemerintahan

Runtuhnya Peradaban Romawi Kuno

Peradaban kuno Romawi sungguh mengesankan. Beberapa fase perkembangan peradaban Romawi kuno dimulai dari masa monarki, republik sampai kekaisaran tentunya mampu mendulang prestasi tersendiri. Namun, pada akhirnya peradaban ini juga mengalami keruntuhan.

Setidaknya terdapat dua macam faktor keruntuhan Romawi kuno yaitu faktor internal dan eksternal penyebab runtuhnya peradaban Romawi kuno. Berikut merupakan detail keruntuhan peradaban kuno Romawi.

Letak Peradaban Romawi Kuno

Setiap peradaban di dunia ini tentu memiliki eksistensi tersendiri pada masanya. Seperti peradaban kuno Romawi. Banyak yang mencari tahu seputar ringkasan peradaban Romawi kuno dan mempelajarinya lebih jauh.

Peradaban kuno Romawi dikembangkan oleh Suku Latia yang posisinya menetap di lembah Sungai Tiber. Tepatnya, ada di Tujuh Bumi Roma, Semenanjung Italia. Peradaban ini amat terkenal dengan mitologinya.

Bisa dikatakan bahwa munculnya peradaban Romawi kuno digadang-gadang karena adanya suatu cerita atau mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Salah satunya ialah mitos Remus dan Romulus, saudara yang merupakan keturunan Aenas dari Yunani.

Dua bersaudara ini adalah anak kembar dari Rhea Silva, yang merupakan seorang pahlawan dari wilayah Troy. Remus serta Remulus kemudian membangun kota. Sayangnya di tengah perjalanan, mereka berebut dan hingga akhirnya menyebabkan Remus terbunuh oleh Romulus.

Kemudian, Romulus pun menamakan kota tersebut dengan namanya yakni Roma, sebuah kota yang kita kenal sampai sekarang. Selain lekat dengan unsur mitologinya, karakteristik peradaban Romawi kuno juga terkenal dengan kepercayaan animisme dan politeisme.

Olah raga dan hiburan

Ada bermacam-macam kegiatan olahraga bagi kawula muda kota Roma, antara lain olahraga lompat, gulat, tinju, dan balap.[233] Di daerah-daerah pedesaan, orang-orang kaya mengisi waktu senggang dengan kegiatan memancing dan berburu.[234] Bangsa Romawi juga mengenal sejumlah olahraga permainan yang menggunakan bola, antara lain permainan yang mirip dengan olahraga bola tangan Zaman Modern.[233] Permainan-permainan yang menggunakan dadu dan papan, serta berjudi merupakan kegiatan-kegiatan yang digemari orang sebagai pengisi waktu senggang.[233] Kaum perempuan tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan semacam ini. Bagi para hartawan, pesta-pesta perjamuan merupakan kesempatan untuk menghibur diri. Pesta-pesta semacam ini adakalanya diiringi musik, tari-tarian, dan pembacaan syair.[225] Rakyat jelata kadang-kadang menikmati pesta-pesta serupa yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan atau serikat-serikat mereka, tetapi bagi sebagian besar masyarakat Romawi Kuno, perjamuan hiburan biasanya berarti acara kumpul-kumpul di kedai-kedai minum yang diselenggarakan oleh atasan atau induk semang mereka.[225] Kanak-kanak Romawi Kuno menghibur diri dengan mainan-mainan serta dolanan-dolanan semisal lompat kangkang melewati punggung teman.[225][234]

Penyandang dana penyelenggaraan lomba-lomba untuk tontonan umum adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ingin pamer kebaikan dengan harapan dapat menuai dukungan masyarakat. Pada zaman kekaisaran, penyandang dana lazimnya adalah kaisar. Sejumlah ajang dibangun khusus untuk dijadikan tempat penyelenggaraan lomba-lomba yang ditonton masyarakat umum. Koloseum dibangun pada zaman kekaisaran sebagai tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan, antara lain laga gladiator. Pertunjukan adu ketangkasan ini bermula sebagai bagian dari upacara pemakaman sekitar abad ke-4 SM, dan menjadi tontonan kegemaran khalayak ramai pada penghujung zaman republik sampai pada zaman kekaisaran. Para gladiator, yang diperlengkapi aneka bentuk senjata dan zirah, adakalanya bertarung sampai mati, tetapi sering kali hanya sampai dinyatakan menang, tergantung pada keputusan wasit, yang lazimnya menuruti keinginan penonton. Pertunjukan-pertunjukan satwa eksotis juga merupakan sebuah tontonan populer tersendiri, tetapi adakalanya satwa diadu dengan orang, baik petarung profesional yang diperlengkapi senjata maupun terpidana mati tanpa senjata. Sejumlah pertunjukan adu satwa dengan manusia didasarkan pada kisah-kisah dalam mitologi Romawi atau Yunani.

Lomba balap kereta digilai seluruh lapisan masyarakat. Di Roma, lomba-lomba ini lazimnya digelar di Circus Maximus (Gelanggang Akbar), yang memang khusus dibangun sebagai tempat menggelar lomba balap kereta dan pacuan kuda. Sebagai bangunan publik terbesar di kota Roma, Circus Maximus juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta-pesta rakyat dan pertunjukan-pertunjukan ketangkasan satwa.[235] Circus Maximus mampu menampung sekitar 150.000 penonton.[236] Para pembalap bertanding secara beregu, dan tiap-tiap regu pembalap memakai warna tertentu sebagai ciri khasnya. Di tengah-tengah gelanggang, membujur alang pembatas (spina) yang melandasi tugu-tugu, kuil-kuil, patung-patung, dan alat hitung putaran balap. Jajaran tempat duduk terbaik berada tepat di pinggir jalur pacuan, dan menjadi jatah para senator. Jajaran tempat duduk di belakang para senator adalah jatah kaum eques (kesatria), sementara kaum plebs (rakyat jelata) dan warga asing menempati jajaran tempat duduk selebihnya di belakang kaum eques. Penyandang dana penyelenggaraan lomba balap duduk di panggung tinggi bersama jajaran arca dewa-dewi, sehingga dapat dilihat semua orang. Penonton mempertaruhkan banyak uang dalam judi balap. Ada yang berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada dewa-dewi demi kemenangan pembalap jagoannya, ada yang sengaja mengguna-gunai regu lawan agar kalah, dan ada pula penggila-penggila lomba balap yang bergabung membentuk kelompok-kelompok pendukung setia, biang keladi tawuran antarpenonton.

Peradaban Romawi Kuno patut berbangga atas prestasi-prestasi mereka yang mengagumkan di bidang teknologi. Teknologi Romawi Kuno sudah mengalami banyak kemajuan, tetapi terlupakan pada Abad Pertengahan, dan baru ditemukan kembali pada abad ke-19 dan abad ke-20. Salah satu contohnya adalah teknologi kaca isolasi, yang baru ditemukan kembali pada era 1930-an. Banyak inovasi praktis bangsa Romawi yang diadopsi dari rancangan-rancangan terdahulu bangsa Yunani. Kemajuan teknologi bangsa Romawi sering kali terbagi-bagi menurut bidang usaha. Para usahawan menyembunyikan rapat-rapat teknologi-teknologi mereka layaknya rahasia dagang.[237]

Ilmu teknik sipil dan teknik militer Romawi Kuno adalah warisan kedigdayaan teknologi bangsa Romawi, yang telah menghasilkan ratusan jalan raya, jembatan, akuaduk, rumah pemandian, gedung pertunjukan, dan gelanggang pada masa jayanya. Banyak bangunan raksasa, semisal Koloseum, Pont du Gard, dan Pantheum, masih tegak sampai sekarang sebagai bukti nyata betapa majunya ilmu teknik dan kebudayaan bangsa Romawi.

Bangsa Romawi terkenal dengan arsitekturnya, yang disekelompokkan dengan arsitektur Yunani Kuno menjadi "arsitektur klasik". Kendati arsitekrut banyak perbedaan dengan arsitektur Yunani Kuno, arsitektur Romawi banyak sekali menyerap kaidah-kaidah baku Yunani dalam rancangan dan proporsi bangunan. Selain dua kaidah tiang bangunan, yakni kaidah gabungan dan kaidah Toskana, serta kaidah pembuatan kubah, yang diturunkan dari pelengkung Etruski, inovasi bangsa Romawi dalam bidang arsitektur relatif sedikit sampai dengan berakhirnya zaman republik.

Pada abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi mulai banyak memanfaatkan beton dalam pengerjaan bangunan. Adonan perekat berbahan dasar pozolana yang direka cipta pada akhir abad ke-3 SM ini pun segera menggeser kedudukan pualam sebagai bahan bangunan utama bangsa Romawi, dan memungkinkan pengerjaan berbagai macam rancangan arsitektur yang terkesan berani.[238] Pada abad pertama pra-Masehi, Vitruvius menulis De Architectura (Perihal Wastuwidya), yang mungkin sekali merupakan karya tulis lengkap pertama mengenai arsitektur dalam sejarah. Menjelang akhir abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi juga mulai menerapkan teknik tiup kaca, tak lama sesudah teknik ini diciptakan di Suriah sekitar tahun 50 SM. Mosaik-mosaik membanjiri Kekaisaran Romawi sesudah karya-karya seni mosaik Yunani Kuno ditemukan kembali semasa aksi militer Lucius Cornelius Sulla di Yunani.

Dengan landasan yang kukuh dan pengatusan yang baik,[239] jalan-jalan raya Romawi dikenal tahan lama, bahkan banyak bagian dari jaringan jalan raya Romawi yang masih digunakan orang seribu tahun sesudah Roma tumbang. Pembangunan jaringan perhubungan darat yang luas, lancar, dan menjangkau seluruh wilayah kekaisaran secara dramatis meningkatkan ketahanan dan pengaruh Roma. Jaringan perhubungan darat ini mempercepat pergerakan legiun-legiun Romawi bilamana dikerahkan ke lokasi tertentu, bahkan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain pada musim apa pun dapat diperkirakan dengan jitu.[240] Jaringan jalan-jalan raya juga memiliki andil penting dalam perekonomian, karena mengukuhkan peran Roma sebagai salah satu titik persimpangan jalur-jalur niaga, yang menjadi cikal bakal dari peribahasa "semua jalan menuju ke Roma". Pemerintah Romawi memantau dan merawat stasiun-stasiun perhentian yang disebut cursus publicus. Stasiun-stasiun ini dibangun dengan jarak yang teratur dari stasiun ke stasiun di sepanjang jalan-jalan raya, dan dimanfaatkan sebagai tempat istirahat para kurir. Pemerintah Romawi juga menciptakan sistem ganti kuda di tiap stasiun sehingga kurir dapat menempuh jarak sampai dengan 80 km (50 mil) dalam sehari.

Bangsa Romawi membangun banyak akuaduk untuk menyalurkan air bersih ke kota-kota serta lokasi-lokasi industri, dan sebagai prasarana penunjang usaha pertanian mereka. Pada abad ke-3 M, air bersih untuk kota Roma dipasok oleh 11 akuaduk, rata-rata panjangnya mencapai 450 km (280 mil). Kebanyakan akuaduk dibina di bawah permukaan tanah. Hanya sebagian kecil yang berada di atas permukaan tanah, ditopang barisan tiang berpelengkung.[241][242] Adakalanya, jika kedalaman lembah yang harus dilewati akuaduk melebihi 500 m (1.640 kaki), konstruksi pipa pindah terbalik digunakan untuk mengalirkan air melintasi lembah.[48]

Urusan sanitasi juga sudah sangat maju. Bangsa Romawi terkenal dengan rumah-rumah pemandiannya (therma), yang dimanfaatkan sebagai tempat membersihkan diri maupun ajang pergaulan. Banyak rumah orang Romawi diperlengkapi dengan jamban guyur, jaringan pipa leding dalam ruangan, dan jaringan selokan. Cloaca Maxima adalah gorong-gorong utama pembuangan air genangan rawa-rawa dan limbah rumah tangga ke Sungai Tiber.

Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pipa-pipa timbal yang digunakan dalam jaringan selokan maupun saluran air bersih mengakibatkan keracunan timbal, biang keladi penurunan angka kelahiran dan kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, yang berbuntut pada tumbangnya Roma. Kendati demikian, kandungan timbal dalam air mungkin sekali sangat sedikit karena aliran air dari akuaduk-akuaduk tidak dibendung. Air mengucur tanpa henti lewat pancuran-pancuran di tempat umum maupun rumah-rumah pribadi kemudian mengalir ke selokan. Hanya segelintir orang yang menggunakan keran air kala itu.[243] Penulis-penulis lain juga telah mengutarakan keberatan mereka atas teori ini, seraya menunjukkan bahwa pipa-pipa air Romawi dilapisi endapan tebal yang tentunya mencegah timbal mencemari air.[244]

Romawi Kuno adalah cikal bakal peradaban Dunia Barat.[246][247][248] Adat istiadat, agama, hukum, teknologi, arsitektur, tata negara, militer, kesusastraan, bahasa, aksara, tata pemerintahan, dan berbagai unsur peradaban Dunia Barat lainnya adalah warisan peninggalan bangsa Romawi. Penemuan kembali kebudayaan bangsa Romawi memberi gairah baru bagi peradaban Dunia Barat lewat andilnya yang besar dalam gerakan Renaisans dan Abad Pencerahan.[249][250]

Meskipun ada bermacam-macam karya tulis mengenai sejarah Romawi Kuno, banyak diantaranya yang sudah musnah, sehingga muncul celah-celah kosong dalam sejarah Romawi Kuno, yang ditambal dengan karya-karya tulis kurang andal semisal Historia Augusta dan buku-buku lain yang tidak jelas penulisnya. Kendati demikian, masih ada sejumlah karya tulis tepercaya mengenai sejarah Romawi Kuno yang lestari sampai sekarang.

Para sejarawan perdana menggunakan karya-karya tulis mereka sebagai sarana untuk mengagung-agungkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Romawi. Pada penghujung zaman republik, beberapa sejarawan bahkan sengaja memutarbalikkan sejarah demi menyanjung induk semang mereka, khususnya semasa perseteruan Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla.[251] Gaius Iulius Caesar sendiri menghasilkan karya-karya tulis sejarah guna memastikan seluruh aksi militer yang dipimpinnya di Galia dan semasa perang saudara tercatat selengkapnya-lengkapnya.

Di Kekaisaran Romawi, berkembang penulisan biografi tokoh-tokoh ternama dan kaisar-kaisar perdana, misalnya De Vita Caesarum karangan Suetonius, dan Vitae Parallelae karangan Plutarkos. Pustaka penting lainnya dari zaman kekaisaran adalah karya-karya tulis Livius dan Tacitus.

Templat:Sejarah Italia Minat mengkaji, bahkan mengidealisasi, peradaban Romawi Kuno mengemuka pada masa Renaisans Italia, bahkan berlanjut sampai sekarang. Charles Montesquieu menulis Considérations sur les causes de la grandeur des Romains et de leur décadence (Pendalaman Sebab Musabab Kebesaran Bangsa Romawi dan Kemerosotannya). Karya tulis penting pertama mengenai Romawi Kuno adalah The History of the Decline and Fall of the Roman Empire karangan Edward Gibbon, yang mengkaji peradaban bangsa Romawi mulai dari penghujung abad ke-2 sampai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453.[252] Sama seperti Charles Montesquieu, Edward Gibbon menyanjung-nyanjung kebajikan bangsa Romawi. Barthold Georg Niebuhr, salah seorang pemrakarsa kajian sejarah Romawi Kuno, menulis Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), yang merunut kurun waktu sejarah bangsa Romawi sampai dengan Perang Punik I. Barthold Georg Niebuhr berusaha memperkirakan cara tradisi bangsa Romawi tumbuh dan berkembang. Menurutnya, bangsa Romawi, sama seperti bangsa-bangsa lain, memiliki suatu etos bersejarah yang diwariskan turun-temurun, teristimewa di kalangan ningrat.

Pada Zaman Napoleon, muncul sebuah karya tulis berjudul Histoire des Romains depuis les temps les plus reculés jusqu'à la mort de Théodose (Sejarah Bangsa Romawi Mulai Dari Masa-Masa Terdahulu Sampai Dengan Kemangkatan Theodosius) karangan Victor Duruy. Karya tulis ini menonjolkan Zaman Caesar yang digemari sidang pembaca kala itu. Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), Römisches Staatsrecht (Undang-Undang Romawi) , dan Corpus Inscriptionum Latinarum (Khasanah Prasasti Latin) adalah karya-karya tulis Theodor Mommsen[253] yang merupakan tonggak-tonggak sejarah penting. Di kemudian hari, terbit pula karya tulis Guglielmo Ferrero yang berjudul Grandezza e decadenza di Roma (Kebesaran dan Kemerosotan Roma). Buku terbitan Rusia, Очерки по истории римского землевладения, преимущественно в эпоху Империи (Ocerki po istorii rimskogo zemlevladenia, preimusycestvenno v epoku Imperii, Garis-Garis Besar Sejarah Kepemilikan Tanah Bangsa Romawi, Khususnya Pada Zaman Kekaisaran), karangan Ivan Grevs, memuat informasi mengenai tata kelola usaha Pomponius Atticus, salah seorang pemilik tanah terluas pada akhir zaman republik.

Sebagai salah satu peradaban tertua yang ada di dunia, peradaban Romawi kuno memiliki banyak sekali mitologi dibandingkan dengan peradaban lainnya.

Selain itu, kekaisaran Romawi kuno menjadi kekaisaran terkuat sepanjang sejarah sehingga membuat peradaban ini sangat menarik untuk dikulik lebih jauh. Umur peradaban ini mencapai 1500 tahun lamanya.

Baca juga: Peradaban Cina Kuno: Letak, Sistem Pemerintahan dan Kepercayaan, Peninggalan, dan Keruntuhannya

Wangsa Nerva–Antonina

Zaman wangsa Nerva–Antonina berlangsung mulai tahun 96 M sampai tahun 192 M. Kaisar-kaisar yang memerintah dalam kurun waktu ini adalah Nerva, Traianus, Hadrianus, Antoninus Pius, Marcus Aurelius, Lucius Verus, dan Commodus. Pada kurun waktu inilah Kekaisaran Romawi mencapai puncak kegemilangan dalam hal luas wilayah dan tingkat kemakmurannya.[100] Inilah kurun waktu ketenteraman bagi Roma. Kaisar dipilih karena keunggulan dan kecakapan yang dimilikinya, bukan lagi karena hubungan kekerabatannya dengan kaisar-kaisar terdahulu. Bala tentara Romawi tidak pernah mengalami kekalahan, dan tidak ada perang saudara selama kurun waktu ini. Setelah Domitianus tewas dibunuh, senatus segera menetapkan Nerva menjadi pemangku kemuliaan kekaisaran. Inilah kali pertama senatus memilih kaisar semenjak Octavianus dianugerahi gelar princeps dan Augustus. Nerva berdarah ningrat, dan pernah menjadi penasihat Nero maupun kaisar-kaisar wangsa Flavia. Ia membatalkan banyak keputusan yang mengekang kebebasan dari masa pemerintah Domitianus,[101] dan mempelopori zaman keemasan Roma yang terakhir.

Nerva mangkat pada tahun 98 M, dan digantikan oleh ahli warisnya, Senapati Traianus. Traianus berasal dari keluarga non-patricius di Hispania Betika (sekarang Andalusia), dan mulai menonjol saat menjalani masa baktinya dalam angkatan bersenjata pada masa pemerintahan Domitianus. Ia adalah kaisar yang kedua dari lima kaisar budiman. Kaisar budiman yang pertama adalah Nerva. Sorak-sorai warga Roma yang menyambut gembira penobatannya ia balas dengan pemerintahan yang baik dan tanpa pertumpahan darah seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Domitianus. Ia membebaskan banyak orang yang dipenjarakan dengan sewenang-wenang oleh Domitianus, dan mengembalikan harta kekayaan perseorangan yang pernah disita oleh Domitianus. Kebijakan ini sesungguhnya sudah dimulai oleh Nerva sebelum kemangkatannya.[102]

Traianus menaklukkan Dacia (kurang lebih wilayah Rumania dan Moldova sekarang ini), dan mengalahkan Raja Decebalus, yang pernah mengecundangi bala tentara Kaisar Domitianus. Pada Perang Dacia I (101–102), Dacia kalah dan menjadi negara gundal Romawi. Pada Perang Dacia II (105–106), Traianus menghancurkan seluruh kekuatan pertahanan Dacia, dan menjadikannya bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi. Traianus juga menganeksasi negara gundalnya, Nabatea, dan menjadikannya Provinsi Arabia Petrea dalam wilayah Kekaisaran Romawi, yang meliputi kawasan selatan Negeri Syam dan kawasan barat laut Jazirah Arab.[103] Ia mendirikan banyak bangunan yang masih tegak sampai sekarang, misalnya Forum Traiani (alun-alun Traianus), Mercatus Traiani (pasar Trayanus), dan Columna Traiani (tugu Trayanus). Arsitek andalannya adalah Apollodorus Damascenus (Apollodorus asal Damsyik). Apollodoruslah yang merancang Forum Traiani dan Columna Traiani, serta mereka ulang gedung Pantheum (kuil segala dewa-dewi). Gapura peringatan kemenangan Traianus di Ancona dan Beneventum juga adalah hasil rancangannya. Semasa Perang Dacia II, Apollodorus merancang sebuah jembatan besar melintasi Sungai Donau bagi Traianus.[104]

Perang terakhir yang dilancarkan Traianus adalah perang melawan Partia. Kekaisaran Romawi dan Partia berbagi kekuasaan atas Armenia, sehingga langkah Partia mengangkat seorang raja untuk menduduki singgasana Kerajaan Armenia membuat Kekaisaran Romawi tersinggung, dan mendorong Traianus memaklumkan perang. Mungkin sekali Traianus berniat menjadi Kaisar Romawi pertama yang berhasil menaklukkan Partia, dan mengulangi kejayaan Aleksander Agung, sang penakluk Asia.[105] Pada tahun 113, ia memimpin bala tentara Romawi bergerak menuju Armenia guna menggulingkan raja negeri itu. Pa tahun 115, Traianus berbalik ke selatan menuju jantung peradaban Partia, merebut kota Nisibis dan Batnæ di kawasan utara Mesopotamia, mendirikan Provinsi Mesopotamia pada tahun 116, dan mencetak uang-uang logam sebagai pernyataan kedaulatan bangsa Romawi atas Armenia dan Mesopotamia.[106] Pada tahun yang sama, ia merebut Seleukia Tepi Tigris dan Ktesifon (dekat kota Bagdad sekarang ini), ibu kota Partia.[107] Sesudah memadamkan pemberontakan bangsa Partia dan pemberontakan bangsa Yahudi, Trainanus terpaksa beristirahat karena kesehatannya terganggu. Pada tahun 117, sakitnya bertambah parah, dan ia akhirnya wafat akibat sembap. Ia menetapkan Hadrianus menjadi ahli warisnya. Di bawah kepemimpinan Traianus, luas wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya, yakni 2.500.000 mil persegi (6.474.970 kilometer persegi).[108]

Banyak orang Romawi bermigrasi ke Hispania (Spanyol dan Portugal sekarang ini), turun-temurun menetap di negeri itu, dan adakalanya berkawin campur dengan orang Iberia. Kaisar Hadrianus berasal dari salah satu keluarga Romawi semacam ini.[109] Hadrianus menarik mundur seluruh pasukan yang ditempatkan di Partia dan Mesopotamia (Irak sekarang ini), dan mengabaikan hasil aksi-aksi penaklukan Traianus begitu saja. Hadrianus mengerahkan bala tentara Romawi untuk memadamkan pemberontakan rakyat di Mauritania dan pemberontakan Bar Kohba di Yudea. Pemberontakan Bar Kohba adalah pemberontakan terbesar bangsa Yahudi melawan Romawi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan dengan tindak kekerasan yang merenggut korban jiwa ratusan ribu orang Yahudi. Hadrianus mengganti nama provinsi Yudea menjadi Provincia Syria Palaestina, meniru nama salah satu musuh bebuyutan Yudea.[110] Ia membangun benteng-benteng dan tembok-tembok pertahanan, misalnya Tembok Hadrianus yang memisahkan wilayah Britania jajahan Romawi dari wilayah orang barbar di Skotlandia sekarang ini. Hadrianus, terkenal sebagai seorang pecinta kebudayaan Yunani. Ia mendukung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan seni budaya, teristimewa seni budaya Yunani. Ia juga mengharamkan tindak penyiksaan dan mengubah hukum-hukum menjadi lebih manusiawi. Hadrianus membangun banyak akuaduk, rumah pemandian, perpustakaan, dan gedung pertunjukan. Selain itu, ia melakukan perjalanan keliling ke hampir setiap provinsi dalam wilayah kekaisaran guna memeriksa keadaan militer dan prasarana.[111] Sepeninggal Hadrianus pada tahun 138 M, penggantinya, Kaisar Antoninus Pius, membangun kuil-kuil, gedung-gedung pertunjukan, dan gedung-gedung makam, mendukung kegiatan-kegiatan seni budaya dan ilmu pengetahuan, serta menganugerahkan tanda jasa maupun dana kepada guru-guru retorika dan filsafat. Antoninus Pius hanya melakukan sedikit perubahan tatkala menjadi kaisar, dan sedapat mungkin mempertahankan kebijakan-kebijakan Hadrianus. Antoninus Pius memperluas wilayah Britania jajahan Romawi dengan menginvasi daerah yang kini menjadi kawasan selatan Skotlandia, dan membangun Tembok Antoninus.[112] Ia juga melnajutkan kebijakan Hadrianus untuk mengubah hukum-hukum menjadi lebih manusiawi. Kaisar Antoninus Pius mangkat pada tahun 161 M.

Marcus Aurelius, yang termasyhur sebagai seorang filsuf, adalah yang terakhir dari Lima Kaisar Budiman. Ia adalah seorang filsuf stoa, dan wrote the Meditationes (renungan-renungan). Ia mengalahkan suku-suku Barbar dalam Perang Markomani maupun Kekaisaran Partia.[113] Rekannya sesama Kaisar Romawi, Lucius Verus, mangkat pada tahun 169 M, mungkin sekali akibat terjangkit wabah Antoninus, sejenis penyakit menular yang menewaskan hampir lima juta jiwa penduduk kekaisaran antara tahun 165 sampai tahun 180 M.[114]

Sejak masa pemerintahan Nerva sampai dengan masa pemerintahan Marcus Aurelius, Kekaisaran Romawi mengenyam kebahagiaan dan kemuliaan pada taraf yang belum pernah tercapai sebelumnya. Kuatnya pengaruh hukum dan tata krama sedikit demi sedikit mengeratkan persatuan antarprovinsi. Seluruh warga negara turut menikmati dampak dari kesejahteraan negara. Citra undang-undang dasar sebagai penjamin kebebasan tetap dijaga dan dihormati. Senatus tampak memegang kedaulatan tertinggi, dan melimpahkan seluruh kewenangan eksekutif pemerintah kepada kaisar.[butuh klarifikasi] Masa pemerintahan Lima Kaisar Budiman dipandang sebagai zaman keemasan Kekaisaran Romawi.[115]

Commodus, putra Marcus Aurelius, naik takhta sepeninggal ayahnya. Ia tidak terhitung sebagai salah seorang "kaisar budiman", pertama-tama karena adanya ikatan kekerabatan langsung antara dirinya dan Marcus Aurelius, selain itu juga karena ia dinilai pasif dibanding kaisar-kaisar pendahulunya, yang acap kali turun langsung ke medan laga memimpin bala tentara. Commodus biasa bertarung dalam pertunjukan-pertunjukan laga gladiator, yang acapkali mempertontonkan kebengisan dan kebiadaban. Ia membunuh banyak warga negara, dan masa pemerintahannya menjadi awal dari dekadensi Kekaisaran Romawi, sebagaimana yang diungkapkan oleh sejarawan Cassius Dio, "sejarah kita kini merosot, dari kerajaan emas menjadi kerajaan besi dan karat."[116]

Commodus mangkat dibunuh komplotan yang melibatkan Quintus Aemilius Laetus dan istrinya, Marcia, menjelang akhir tahun 192 M. Tahun berikutnya dikenal sebagai Tahun Lima Kaisar. Helvius Pertinax, Didius Iulianus, Pescennius Niger, Clodius Albinus, dan Septimius Severus berturut-turut naik takhta dalam tahun yang sama. Helvius Pertinax, salah seorang anggota senatus yang pernah menjadi tangan kanan Marcus Aurelius, adalah orang pilihan Quintus Aemilius Laetus. Ia memerintah dengan tegas dan adil, sampai-sampai membuat Quintus Aemilius Laetus iri hati dan merancang pembunuhan terhadap dirinya oleh laskar Praetoriani. Laskar Praetoriani selanjutnya melelang jabatan kaisar dan menyerahkannya kepada si pemenang lelang, Didius Julianus, yang bersedia membayar mereka sebanyak 25.000 keping sestertius per kepala.[117] Warga Roma berulang kali memohon legiun-legiun penjaga tapal batas untuk datang menyelamatkan mereka. Legiun-legiun dari 3 provinsi perbatasan, yakni Britania, Panonia Hulu, dan Suriah, yang kala itu sedang kecewa karena tidak kebagian donativum, menanggapi permohonan warga Roma dengan mengangkat senapati masing-masing menjadi kaisar baru. Lucius Septimius Severus Geta, senapati legiun Panonia Hulu, menyuap pasukan-pasukan penentang, menganugerahkan pengampunan kepada laskar Praetoriani, dan naik takhta menjadi kaisar. Ia dan para penggantinya memerintah dengan sokongan legiun-legiun. Perubahan dalam pembuatan uang logam dan belanja militer merupakan biang keladi dari masalah keuangan selama Krisis Abad Ketiga.

Septimius Severus naik takhta sesudah menginvasi Roma dan menewaskan Didius Iulianus. Kedua saingannya, Pescennius Niger dan Clodius Albinus, juga dimasyhurkan sebagai imperator oleh kubu pendukung masing-masing. Septimius Severus segera menundukkan Percennius Niger di Bizantium, dan menjanjikan gelar caesar kepada Clodius Albinus (artinya menjanjikan jabatan kaisar-bersama).[118] Kendati demikian, Septimius Severus mengkhianati Clodius Albinus dengan mendakwanya telah mendalangi usaha untuk membunuhnya. Septimius Severus memimpin bala tentara menuju Galia dan mengalahkan Clodius Albinus. Semua tindakan ini membuat Machiavelli mengibaratkan Septimius Severus sebagai "singa yang buas sekaligus rubah yang cerdik"[119]

Septimius Severus berusaha menghidupkan kembali pemerintahan totaliter. Dalam amanatnya di hadapan rakyat dan senatus, ia memuji-muji ketegasan serta kebengisan Gaius Marius dan Sulla. Amanat ini tak ayal membuat para senator merasa was-was.[120] Ketika Partia menginvasi wilayah Romawi, Septimius Severus pun memaklumkan perang. Ia merebut kota Nisibis, Babel, dan Seleukia Tepi Tigris. Sesampainya di Ktesifon, ibu kota Partia, ia memerintahkan bala tentara Romawi untuk menjarah habis kota itu. Bala tentara Romawi membantai dan menawan banyak warga Ktesifon. Kendati demikian, ia gagal merebut Hatra, sebuah kota yang makmur milik bangsa Arab. Septimius Severus membunuh legatusnya sendiri, hanya karena si legatus disegani legiun-legiun, dan bala tentaranya menderita kelaparan. Seusai aksi militer celaka ini, ia pulang ke Roma.[121] Septimius Severus juga berniat menundukkan seantero Britania. Untuk itu ia memaklumkan perang melawan orang Kaledoni. Sesudah banyak jatuh korban di pihak Romawi akibat medan yang sulit dan serangan-serangan dadakan orang-orang Barbar, Septimius Severus akhirnya turun langsung ke medan laga. Kendati demikian, ia akhirnya jatuh sakit dan mangkat pada tahun 211 AD, tatkala berumur 65 tahun.

Sepeninggal Kaisar Severus, Caracalla dan Geta, putra-putra mendiang, dinobatkan menjadi kaisar. Cekcok antara Caracalla dan Geta membuat warga Roma terbelah menjadi dua kubu. Geta menghembuskan nafas terakhir dalam dekapan ibunya, tewas dibunuh orang suruhan Caracalla. Pembunuhan 20.000 orang pengikut Geta juga mungkin terjadi atas perintah Caracalla. Sama seperti mendiang ayahnya, Caracalla suka berperang. Ia meneruskan kebijakan Severus, dan disegani pasukan-pasukan bala tentara Romawi. Caracalla bersifat kejam, dan dibayang-bayangi rasa bersalah atas pembunuhan adiknya. Ia tega memerintahkan pembunuhan orang-orang dekatnya, semisal Cilo, gurunya, dan Papinianus, salah seorang sahabat mendiang ayahnya.

Ketika tahu bahwa warga kota Aleksandria tidak suka padanya, serta mempergunjingkan sifat buruknya, Caracalla pun mengundang para warga terkemuka Aleksandria ke sebuah acara perjamuan. Seluruh tamu undangan akhirnya tewas dibantai prajurit-prajurit Caracalla. Dari kuil Serapis yang aman terlidung, Caracalla memerintahkan pembantaian warga Aleksandria tanpa pandang bulu.[122][123] Pada tahun 212, ia mengeluarkan Maklumat Caracalla, berisi penganugerahan kewarganegaraan Romawi kepada semua laki-laki merdeka yang berdiam di dalam wilayah kekaisaran, tetapi pada saat yang sama ia juga menaikkan tarif pajak warisan, yang hanya dipungut dari warga negara Romawi, sampai 10 persen. Ramalan seorang tukang tenung bahwa praefectus praetorio, Macrinus, dan putranya akan memerintah kekaisaran, dilaporkan secara tertulis kepada Caracalla, tetapi jatuh ke tangan Macrinus. Sadar bahwa ia harus bertindak jika tidak ingin mati konyol, Macrinus pun merancang pembunuhan Caracalla oleh salah seorang pengawalnya selagi berziarah ke kuil dewi Luna di Haran pada tahun 217 M.

Macrinus, yang tidak cakap memerintah, naik takhta menjadi kaisar yang baru, tetapi bermastautin di Antiokhia, alih-alih di Roma. Masa pemerintahannya yang singkat berakhir pada tahun 218, manakala Bassianus, pendeta kuil dewa matahari di Emesa, konon anak haram Caracalla, dimasyhurkan sebagai kaisar oleh prajurit-prajurit bawahan Macrinus yang merasa kecewa dengannya. Dengan suap, Bassianus berhasil mendapatkan dukungan legiuner-legiuner, dan mengerahkan mereka untuk memerangi Macrinus dan laskar Praetoriani. Bassianus mengganti namanya menjadi Antoninus, tetapi lebih dikenal dalam sejarah dengan nama Elagabalus, nama dewa sesembahannya, yang dilambangkan dengan sebongkah batu hitam besar. Elagabalus tidak cakap memerintah lagi gasang orangnya.[38] Ia dikenal boros dan suka berfoya-foya, sehingga menggusarkan semua orang kecuali anak-anak emasnya. Cassius Dio, Herodianus, dan kitab Historia Augusta, mengabadikan banyak keterangan mengenai sifat borosnya ini. Ia mengadopsi saudara sepupunya, Alexander Severus, memberinya gelar caesar, tetapi kemudian iri padanya, dan berusaha membunuhnya. Laskar Praetoriani, yang lebih memihak Alexander Severus, membunuh Elagabalus, menyeret penggalan-penggalan jenazahnya menyusuri jalan-jalan kota Roma sebelum akhirnya dibuang ke Sungai Tiber. Elagabalus digantikan oleh Alexander Severus, saudara sepupunya. Alexander Severus memerangi banyak musuh, semisal Persia yang sudah pulih seperti sediakala, dan suku-suku Jermanik yang menginvasi Galia. Kekalahan-kekalahannya di medan perang menimbulkan rasa tidak puas di kalangan prajurit. Ia akhirnya tewas dibunuh para prajurit saat sedang memimpin perang melawan suku-suku Jermanik pada tahun 235 M.[124]

Malapetaka besar muncul sepeninggal Alexander Severus. Kekaisaran Romawi didera perang-perang saudara, invasi-invasi dari luar, kekacauan politik, wabah-wabah penyakit, dan kelesuan perekonomian.[38][125] Nilai-nilai warisan leluhur sudah ditinggalkan, dan kepercayaan terhadap dewa Mitra maupun agama Kristen mulai menyebar luas di tengah masyarakat. Kaisar-kaisar pun bukan lagi orang-orang dari kalangan ningrat, melainkan putra-putra rakyat jelata dari pelosok-pelosok wilayah kekaisaran, yang tampil menonjol setelah berjuang meniti karier dalam angkatan bersenjata dan akhirnya meraih tampuk kekuasaan melalui perang saudara.

Dalam kurun waktu 49 tahun saja, sudah 26 kaisar silih berganti menduduki takhta kekaisaran. Keadaan ini menunjukkan betapa goyahnya perpolitikan Kekaisaran Romawi kala itu. Maximinus Thrax adalah orang pertama yang menjadi kaisar dalam kurun waktu ini. Ia hanya mampu berkuasa selama tiga tahun. Kaisar-kaisar lain hanya mampu bertahan selama beberapa bulan saja, misalnya Gordianus I, Gordianus II, Balbinus, dan Hostilianus. Keselamatan rakyat dan tapal batas pun terabaikan, karena kaisar-kaisar lebih mementingkan urusan menjegal saingan dan mengukuhkan kekuasaannya sendiri. Perekonomian mengalami kelesuan selama kurun waktu ini. Pengeluaran besar untuk belanja militer pada zaman wangsa Severana mengakibatkan terjadinya devaluasi uang logam Romawi. Inflasi tak terkendali juga terjadi pada kurun waktu ini. Wabah Siprianus merebak pada tahun 250, dan merenggut nyawa banyak orang.[126] Pada tahun 260 M, Provinsi Suriah Palestina, Provinsi Asia Kecil, dan Provinsi Mesir pecah dari Kekaisaran Romawi dan membentuk Kekaisaran Tadmur, yang diperintah oleh Ratu Zenobia dan berpusat di kota Tadmur. Pada tahun yang sama, Postumus mendirikan Kekaisaran Galia, yang meliputi wilayah Provinsi Britania dan Provinsi Galia.[127] Kedua negara pecahan Kekaisaran Romawi ini terbentuk sesudah Kaisar Valerianus menjadi tawanan wangsa Sasan, yang berkuasa di Persia kala itu. Valerianus adalah pemimpin Romawi pertama yang ditawan musuh, sehingga menjadi aib besar bagi bangsa Romawi.[126] Krisis mulai mereda pada masa pemerintahan Kaisar Claudius Gothicus (268–270), yang berhasil mematahkan invasi orang Goth, dan Kaisar Aurelianus (271–275), yang berhasil menaklukkan kembali Kekaisaran Galia maupun Kekaisaran Tadmur.[128][129] Krisis akhirnya dapat diatasi pada masa pemerintahan Kaisar Diocletianus.

Faktor Internal Penyebab Runtuhnya Peradaban Romawi Kuno

Keruntuhan peradaban kuno Romawi tidak dapat dipungkiri bahwa juga dipengaruhi oleh faktor internal. Beberapa diantaranya korupsi dan kegagalan pemerintahan, krisis militer, krisis ekonomi, krisis sosial dan perpecahan internal, perubahan demografi hingga penyebaran agama kristen.

Kerajaan (753-509 SM)

Pada tahun 753-509 SM merupakan masa-masa Romawi awal berdiri. Pada masa ini Roma masih dipimpin oleh seorang raja. Raja didampingi oleh senat yang merupakan wakil dari para suku di sekitar lokasi kerajaan.

Namun, karena catatan sejarah yang masih terbatas, rupanya menyebabkan masih banyak aspek Monarki Romawi yang menjadi subjek perdebatan akademis. Bahkan sampai saat ini masih banyak peneliti yang melakukan studi lanjut tentang sistem pemerintahan monarki Romawi kuno.

Setelah melampaui sistem pemerintahan monarki pada awal Romawi kuno, berikutnya sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Republik. Hal ini dimulai dari penggulingan Kerajaan Roma (509 SM) yang juga diikuti dengan berbagai macam perang saudara.

Pada masa Republik Romawi juga terjadi perang yang amat terkenal yaitu Perang Punic antara Kekaisaran Kartago melawan Republik Romawi. Tokoh Romawi kuno yang tersohor kala itu adalah Lucius Tarquinius Superbus.

Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus

Pada tahun 284 M, Diocletianus dimasyhurkan sebagai imperator oleh angkatan bersenjata kawasan timur. Diocletianus memulihkan kekaisaran dari krisis, melalui perubahan haluan politik dan ekonomi. Suatu bentuk pemerintahan yang baru pun dibentuk, yakni tetrarchia (catur rajya). Wilayah Kekaisaran Romawi dibagi menjadi empat bagian, dua di kawasan barat dan dua di kawasan timur, masing-masing diperintah oleh seorang kaisar. Keempat serangkai yang pertama adalah Diocletianus (di timur), Maximianus (di barat), serta dua orang kaisar-muda, yakni Galerius (di timur) dan Flavius Constantius (di barat). Demi memperbaiki perekonomian negara, Diocletianus melakukan sejumlah pembaharuan perpajakan.[130]

Diocletianus mengusir bangsa Persia yang merajalela di Suriah, dan menaklukkan sejumlah suku barbar bersama Maximianus. Diocletianus meniru banyak perilaku raja-raja Dunia Timur, misalnya mengenakan perhiasan dari mutiara serta berjubah dan berterompah kencana. Setiap orang yang menghadap kaisar pun diwajibkan bersujud menyembah seturut adat Dunia Timur, yang belum pernah dipraktikkan di Roma sebelumnya.[131] Diocletianus tidak lagi berpura-pura bahwa negara masih berbentuk republik, sebagaimana yang dilakukan kaisar-kaisar pendahulunya semenjak Augustus berkuasa.[132] Antara tahun 290 dan tahun 330, setengah lusin kota ditetapkan menjadi ibu kota baru oleh kaisar-kaisar empat serangkai, baik secara resmi maupun tidak, yakni Antiokhia, Nikomedia, Tesalonika, Sirmium, Milan, dan Trier.[133] Diocletianus juga bertanggung jawab atas aksi aniaya besar-besaran terhadap umat Kristen pada masa pemerintahannya. Pada tahun 303, Diocletianus dan Galerius memulai aksi aniaya tersebut, memerintahkan penghancuran rumah-rumah ibadat dan kitab-kitab agama Kristen, serta mengharamkan peribadatan Kristen.[134] Diocletianus turun takhta pada tahun 305 M bersama-sama dengan Maximianus. Dengan demikian, ia adalah Kaisar Romawi pertama yang melepaskan jabatannya. Masa pemerintahannya menyudahi era pemerintahan kaisar-kaisar pendahulunya, yakni pemerintahan para princeps (ketua), dan mengawali era pemerintahan yang baru, pemerintahan para dominus (tuan besar).

Seni rupa, musik, dan sastra

Langgam lukis Romawi menunjukkan pengaruh-pengaruh Yunani. Karya-karya seni lukis Romawi yang sintas sampai sekarang lebih banyak berupa fresko-fresko penghias dinding dan lelangit vila-vila di daerah pedesaan, kendati kesusastraan Romawi menyebut-nyebut pula tentang lukisan-lukisan pada kayu, gading, dan benda-benda lain.[225][226] Berdasarkan sejumlah peninggalan karya seni lukis Romawi yang ditemukan di Pompeii, para sejarawan seni rupa membagi sejarah seni lukis Romawi menjadi empat kurun waktu dengan langgamnya masing-masing. Langgam I digunakan sejak permulaan abad ke-2 SM sampai permulaan atau pertengahan abad pertama SM. Lukisan-lukisan langgam I kebanyakan berupa tiruan permukaan pualam dan dinding batu, kendati adakalanya ditambahi gambar sosok-sosok mitologi.

Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan, maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak mujarad.

Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.

Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan sandiwara-sandiwara sedih.

Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba, sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum (sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus (semacam organ air).[229]

Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]

Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]

Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan. Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]

Octavianus dan Triumviratus II

Terbunuhnya Gaius Iulius Caesar menimbulkan kekacauan politik dan sosial di Roma. Tanpa kepemimpinannya selaku diktator, pemerintahan Roma dijalankan oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya, Marcus Antonius. Tak lama kemudian, Octavius, anak angkat Gaius Iulius Caesar berdasarkan surat wasiatnya, tiba di Roma. Octavianus (para sejarawan menyamakan Octavius dengan Octavianus berdasarkan tata nama orang Romawi) berusaha merapat pada kubu pro mendiang Caesar. Pada tahun 43 SM, bersama Marcus Antonius dan Marcus Aemilius Lepidus, sahabat karib mendiang,[52] ia membentuk persekutuan Triumviratus II melalui undang-undang. Persekutuan ini direncanakan berlaku sampai lima tahun. Saat Triumviratus II terbentuk, 130–300 orang senator dieksekusi mati, dan harta kekayaan mereka disita, karena diputus bersalah telah mendukung komplotan Liberator.[53]

Pada tahun 42 SM, senatus memasyhurkan kedewataan Gaius Iulius Caesar dengan gelar Divus Iulius (Dewata Iulius), sehingga Octavianus selaku ahli warisnya pun disebut Divi Filius (Putra Dewata).[54] Pada tahun yang sama Octavianus dan Marcus Antonius berhasil mengalahkan para pembunuh Gaius Iulius Caesar sekaligus pemimpin komplotan Liberator, yakni Marcus Iunius Brutus dan Gaius Cassius Longinus, dalam Pertempuran Filipi. Triumviratus II terkenal dengan proscriptio, maklumat pelaknatan sebagai musuh negara, yang diterbitkannya bagi banyak senator dan tokoh-tokoh kaum eques. Selepas pemberontakan adik Marcus Antonius, Lucius Antonius, lebih dari 300 orang senator dan tokoh kaum eques yang terlibat dieksekusi mati pada hari Idus Martiae, kendati Lucius Antonius sendiri tidak dieksekusi mati.[55] Triumviratus II mengeluarkan maklumat pelaknatan terhadap sejumlah tokoh penting, termasuk Marcus Tullius Cicero, orang yang dibenci Marcus Antonius;[56] Quintus Tullius Cicero, adik Marcus Tullius Cicero; dan Lucius Iulius Caesar, saudara sepupu sekaligus sahabat Gaius Iulius Caesar yang mendukungMarcus Tullius Cicero. Kendati demikian, Lucius Iulius Caesar akhirnya diberi pengampunan, mungkin atas permintaan kakaknya yang bernama Iulia, ibu dari Marcus Antonius.[57]

Triumviratus II membagi-bagi wilayah kekuasaan Republik Romawi menjadi daerah-daerah kekuasaan ketiga anggotanya. Marcus Aemilius Lepidus mendapatkan Provinsi Afrika, Marcus Antonius mendapatkan provinsi-provinsi di sebelah timur, sementara Octavianus tetap tinggal di Italia serta memerintah atas Hispania dan Galia. Masa ikatan persekutuan Triumvirat II berakhir pada tahun 38 BC tetapi diperbaharui untuk lima tahun lagi. Kendati demikian, sudah hubungan baik antara Octavianus dan Marcus Antonius sudah retak, dan Marcus Aemilius Lepidus dipaksa mengundurkan diri pada tahun 36 SM setelah mengkhianati Octavianus di Sisilia. Pada akhir masa ikatan persekutuan, Marcus Antonius tinggal di Mesir, yang kala itu merupakan sebuah kerajaan merdeka lagi makmur di bawah pemerintahan kekasih Marcus Antonius, Ratu Kleopatra VII. Hubungan asmara Marcus Antonius dan Ratu Kleopatra dipandang sebagai pengkhianatan terhadap negara, karena Kelopatra adalah kepala negara asing. Selain itu, Marcus Antonius dinilai kelewat berfoya-foya dan terlampau keyunani-yunanian bagi seorang pejabat negara Republik Romawi.[58] Setelah peristiwa Penghibahan di Aleksandria, yang membuat Ratu Kleopatra mendapatkan gelar "Ratu Segala Raja", dan anak-anak Marcus Antonius dari Kleopatra mendapatkan gelar penguasa atas daerah-daerah di sebelah timur yang baru saja ditaklukkan, pecah perang antara Octavianus dan Marcus Antonius. Octavianus menghancurkan kekuatan tempur Mesir dalam Pertempuran Aktion pada tahun 31 SM. Marcus Antonius dan Kleopatra mati bunuh diri. Mesir ditundukkan di bawah kedaulatan Romawi, dan suatu zaman baru pun bermula bagi bangsa Romawi.